Assalamu’alaikum wr.wb
Saudaraku yg dirahmati Allah. Sehalus-halus kehinaan di sisi Allah adalah tercerabut kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasa ditandai dgn kualitas ibadah yg jauh dari meningkat atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadah tak bertambah pula ilmu yang dapat membuat takut kepada Allah bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan dan aneh yg bersangkutan tak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabut ni’mat berdekatan bersama Allah Azza wa Jalla. Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar “Rontok iman ini akan terjadi pelan-pelan terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhir tanpa terasa habis tandas tak tersisa”. Demikianlah yg terjadi bagi kita yg tak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karena jangan pernah permainkan ni’mat iman di hati ini.
Khusnul khatimah, maknanya adalah mengakhiri hidup dengan baik. Yaitu mengakhiri hidup dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Secara logika agama Islam itu mudah sekali, yang penting itu adalah mengakhiri hidup dengan khusnul khatimah. Apakah sepanjang hidupnya yang lain tidak taat, tidak takwa tidak jadi soal. Karena itu memang banyak orang Islam berkata, . …”nanti kalau saya udah tua….saya akan taat”.
“Dalam Islam itu yang penting matinya khusnul khatimah. Hidupnya sebelumnya bejat, nggak jadi soal. Yang penting menjaelang ajal dan hingga ajal menjemput ia telah bertobat hingga matinya khusnul khatimah. Tapi masalahnya, tahukah kita, kapan kita akan mati? . . . . . . .
Kalau kita tahu: ya boleh saja mengumbar kehidupan semaunya, begitu tiga tahun lagi akan meninggal dunia, langsung hidup kita rubah menjadi taat sehingga mendapat khusnul khatimah. Tapi … masalahnya kita kan tidak tahu kapan kita mati! Supaya kita mati dalam keadaan khusnul khatimah. maka hendaklah hidup dalam taat dan takwa. Karena hanya dengan itu ada jaminan kita akan mati dalam keadaan khusnul khatimah!”
Sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah memberikan cerita hikmah untuk kita semua. Ceritanya dimulai beberapa tahun yang lalu saat pengurus pesantren tersebut tepatnya pemilik sebuah pesantren memelihara seekor burung beo.
Beo merupakan jenis burung yang paling cerdas menirukan… suara-suara manusia selain burung kakak tua. Bertahun-tahun Kiai mengajarkan sebuah kalimat kepada beo itu. Kalimat yang sering kita baca dalam sholat. kalimat tauhid, ”Laillahaillallah Muhammadarrasulullah” terus diajarkan kepada beo. Hingga begitu lancarnya di lafadzkan oleh burung beo. Selama beberapa lama pondokan diramaikan kalimat tauhid Yang di ucapkan si burung beo. Memberikan suasana dzikir para santri semakin berwarna. Ada kebanggaaan sendiri melihat seekor burung bersuara kalimat tauhid.
Pada suatu hari ketika Pemilik Pondok itu terlelap tidur sangkar burung terbuka dengan waktu yang sama, seekor kucing sedang mengendap dan menunggu masa untuk menangkap burung itu, ketika terlelap si Kucing telah mengambil kesempatan untuk menerkam burung itu.. Pemilik Pondok terkejut mendengar suara ribut burung Beo yg kesakitan digigit, pemilik pondok bangun dan mengusir kucing itu, dan mencoba menyelamatkan burung itu, malangnya burung Beo itu telah lemah akibat gigitan kucing tadi. Burung itu mengerang kesakitan dipangkuan Pemilik Pondok sampai terdiam. tidak bernyawa. Dengan rasa sedih pemilik pondok menanam Burung Beo yg telah mati, Dia sangat kehilangan burung Beo yg selalu menjadi penghibur hatinya selepas lelah mengajar,.. Semejak kematian burung Beo, Pemilik pondok selalu diam dan termenung hingga menimbulkan tandatanya pada para santrinya,…Para santri datang menanyakan kenapa Guru begitu sedih sekali setelah kematian burung Beo? Apakah Guru terlalu sayang pada burung Beo hingga menyebabkan guru bersedih? tanya salah satu santri..Pemilik Pondok menjawab ” Kesedihan terhadap kematian burung Beo tidak sampai sesedih itu, tapi Guru memikirkan betapa burung itu mampu berkata Tauhid dengan baik walau tidak memahami apa yg disebutkannya.. Coba kalian bayangkan burung itu setiap hari dimulutnya mengucapkan kalimat Tauhid ” Tetapi disaat kematiannya, dia hanya mengerang kesakitan dan tidak menyebut kalimat Tauhid yg selalu diucapkannya sewaktu hidup,..
Dari peristiwa itu saya berpikir,..Apakah saya juga akan begitu disaat sakaratul maut nanti. Walaupun saya sering mengajarkan kalian ilmu Al-Qur’an, kita sering ber’ibadah, tetapi saya amat takut tidak bisa mengucap kalimat Syahadat,..”Apakah saya mampu menahan sakit sakaratul maut hingga lupa mengucap kalimat Syahadat disaat akhir hidup saya nanti” Barulah Para Santri tau, kenapa Pemilik Pondok sering termenung selepas kematian burung Beo nya itu…
Bisa jadi kita pada satu waktu kita nampak begitu rajin beribadah saat shalat tak lepas dari linang air mata shalat tahajud pun tak pernah putus bahkan anak dan istri diajak pula utk berjamaah ke mesjid. Saat itu kita sedang menanggung utang, untuk itu diantara ibadah-ibadah itu tak lupa kita selipkan pula doa agar utang segera terlunasi. Selang beberapa lama Allah Azza wa Jalla Zat yg Mahakaya dan Maha Mengabulkan tiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang kita tersebut. Duh, begitu utang terlunasi doa mulai jarang hilang pula motivasi utk beribadah. Biasa kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu “Mengapa Engkau tak membangunkan aku ya Allah?!” ujar seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang krn jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasa sudah menuju mesjid tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikut ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok hari ketika azan selesai justru masih di rumah hingga akhir ia pun memutuskan utk shalat di rumah saja. Begitupun utk shalat sunat biasa ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lbh awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat selalu ada saja alasan kita. Sesudah iqamat biasa memburu shaf paling awal kini yg diburu justru shaf paling tengah hari berikut ia memilih shaf sebelah pojok bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu dgn alasan supaya tak terlambat dua kali. “Kalau datang terlambat maka ketika pulang kita tak boleh terlambat lagi pokok harus duluan!” Pikir batin kita. Saat akan shalat sunat rawatib kita malah menunda dgn alasan nanti akan di rumah saja padahal ketika sampai di rumah pun tak dikerjakan. Entah disadari atau tak oleh diri ternyata pelan-pelan banyak ibadah yg ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta’lim yg biasa rutin dilakukan majlis ilmu di mana saja dikejar sayang akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang. Ketika zikir pun biasa selalu dihayati sekarang justru antara apa yg diucapkan di mulut dengan suasana hati sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap tapi hati malah keliling dunia masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran seringkali pula selalu ada alasan utk tak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering tak lagi memancarkan kekuatan ruhiah tak ada sentuhan inilah tanda-tanda hati mulai mengeras. Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu maka inilah tanda-tanda sudah tercerabut taupiq dari-Nya. Akibat selanjut pun mudah ditebak ketahanan penjagaan diri menjadi blong kata-kata menjadi kasar mata jelalatan tak terkendali dan emosi pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yg merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yg lain nasib tak jauh beda hingga akhir meningallah bisa jadi kita dalam keadaan hilang keyakinan kepada Allah. Inilah yg disebut suul khatimah naudzhubillah. Apalah arti hidup kalau akhir seperti in saudaraku.
Suatu waktu bersilaturahmi ke kampung halaman. Ada kisah tetangga satu kampung bahwa ada seorang wanita muda yg tak bisa menjaga diri dalam pergaulan dgn lawan jenis sehingga dia hamil sedangkan laki-laki tak tahu entah kemana/tak bertanggung jawab. Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia utk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin hingga ia bisa melahirkan dgn lancar. Walau tak jelas siapa ayah akhir si wanita ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil. Sayang sesudah beberapa lama ditolong sifat-sifat jahiliyah kambuh lagi. Mungkin krn iman dan ilmu masih kurang bahkan ketika dinasihati pun tak mempan lagi hingga akhir dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini ia kembali hamil di luar nikah tanpa ada pria yg mau bertanggung jawab.
Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yg ternyata aqidah beda. Si orang yg akan membantu pun menawarkan bantuan keuangan dgn catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si wanita pun menyetujui dalam hati “Toh hanya utk persalinan saja setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi”. Tapi ternyata Allah menentukan lain saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput meninggalah si wanita dalam keadaan murtad naudzhubillah.
Imam Al Ghazali bercerita bahwa suatu ketika ada seseorang yg sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yg ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yg sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan secara tak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan “dari mata rurun ke hati” begitulah saking sering memandang hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar tapi hati malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tak tahan lagi maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dgn tujuan utk melamarnya. Ha sayang orang tua si anak gadis menolak dgn mentah-mentah apalagi jika anak harus pindah keyakinan krn mengikuti agama calon suami sang muazin yg beragama Islam itu. “Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu tak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu” ujar si Bapak seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarga terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini hanya sayang saking ngebet pada gadis ini pikiran seakan sudah tak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhir di hati terbersit suatu niat “Ya Allah saya ini telah bertahun-tahun azan utk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yg setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya Allah aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini setelah menikahi aku berjanji akan kembali masuk Islam”. Baru saja dalam hati terbersit niat seperti itu dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yg cukup tinggi itu. Akhir sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
Saudaraku, jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim maka salah satu teknik mengerem adalah dgn ‘mengingat mati’. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal padahal kita sedang berbuat maksiat zhalim atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yg sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Arti kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah maka selalulah ingat mati. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabat utk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda “Ingatlah kematian. Demi Zat yg nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya kalau kamu mengetahui apa yg aku ketahui niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.” Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yg kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibat dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yg bermanfaat. Begitupun ketika misal mendengarkan musik ataupun nyanyian yg didengarkan pasti hanya yg bermanfaat saja seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yg mengingatkan kita kepada Allah Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada Allah. Inilah khusnul khatimah. Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian seumpama seorang pemuda yg menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemput ia berkata “Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yg menyesali kedatangannya. Ya Allah jika Engkau tahu bahwa kefakiran lbh aku sukai daripada kaya sakit lbh aku sukai daripada sehat dan kematian lbh aku sukai daripada kehidupan maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu.” Akhir semoga kita digolongkan Allah SWT menjadi orang yg beroleh karunia khusnul khatimah. Amin!
Bahwasanya kita takut kepada mati adalah wajar. Bahwasanya kita mengeluh ketika mendapat musibah juga adalah normal. Sepanjang ketakutan kepada mati dan keluhan terhadap musibah tidak sampai meninggalkan perintah dan larangan Allah SWT serta tidak berburuk sangka kepada Allah SWT dan takdir-Nya, insya Allah masih berada dalam koridor yang dibolehkan.
“Orang mukmin” itu kata Rasulullah SAW adalah beruntung : “Mereka syukur ketika mendapat nikmat dan sabar ketika mendapat musibah” (HR Imam Muslim) Mudah-mudahan kita semua begitu. Amin.
Saudaraku, Sudahkah kita dalami Syahadat dengan ilmu yg cukup?..Sudahkah kita tunaikan tuntunan-tuntunan Syahadah itu?. Sudahkah kita sempunakan Syahadat dengan amal dan ketaatan dengan secukupnya?… Sudahkan kita meninggalkan perkara-perkara yg merusak Syahadat kita?.. Ataukah kita tidak pernah mau berpikir dan tidak ambil peduli dengan Syahadah yang ada pada kita?… Dan tidak pernah berpikir Apakah kita mampu mengucapkan kalimat Syahadat itu nanti ketika kita sedang bergelut dengan sakitnya sakaratul Maut?..
Saat-saat terak’hir kita didunia untuk menuju alam pembalasan ” Beramal dan Ber’Doalah untuk saat yang PASTI itu..
Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan HUSNUL- KHaTIMAH( akhir yg baik ) dan Jangan KAU Akhiri Hidup Kami dengan SUU-UL-KHATIMAH ( akhir yg buruk )…Amin Ya Rabal’alamin…
Mohon maaf atas segala kekurangan, kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Andai ada setitik hikmah yg bisa diambil itu bersumber dari-Nya. Wallahu muwafiq illa aqwmith thariq.
sumber : facebook
0 komentar:
Posting Komentar